#BerbicaraKepadaDiriSendiri - Januari

 

Satu dua tiga empat, saya harus menuju kepada diri saya yang sebenarnya.

            Desember, 30 hari yang lalu adalah sebuah angka di bilangan 364, satu hari menuju akhir Desember dan beberapa puluh jam kemudian tahun 2021 Masehi akan datang. Kini, 30 Januari 2021, sudah tiga puluh hari semenjak berakhirnya tahun dengan angka yang langka, 2020. Saya sedang sibuk sedikit lebih dekat, mempelajari kembali ilmu-ilmu yang pernah saya dapatkan di bangku perkuliahan, sedap rasanya bila saya dapat benar-benar memanfaatkan apa yang sudah saya dapat ke dalam aktivitas sehari-hari di rumah.

            Jalanan yang pernah saya lalui tentu berbeda dengan jalanan yang pernah dilalui teman-teman, awal dan akhir pasti berubah, setiap pergantian detik selalu ada yang berubah dan tak lagi sama dengan sebelumnya. Maklum, segalanya sudah dirancang dan diawasi oleh-Nya, Dzat yang paling kuat dan lebih dari segala yang diciptakan-Nya.

            Ada proses yang jika diingat cukup lucu dan aneh. Lucunya adalah ketika saya menyadarinya saat ini seperti ingin tertawa, tapi dalam batin merasakan sebuah keanehan. Jika saya berfikir secara logis saya tentunya bisa belajar dengan baik dari hulu sampai hilir ketika akan melakukan hal-hal khusus yang kemudian menjadi minat saya. Dunia saya yang tidak jauh dari pendidikan keagamaan sejak kecil dan kehidupan orang desa yang bermigrasi ke kota. Panggung kehidupan yang saya jalani sangat kompleks bila dilihat dari perubahan setiap fasenya.

            Ada masa dimana saya begitu menyukai perempuan secara intim, seperti mengaguminya dan berbalas pesan singkat, bahkan belasan tahun lalu saya masih mengirim surat ke seorang perempuan yang pernah sedikit lebih banyak mengambil kinerja otak saya untuk menjadikkannya pusat perhatian. Lain lagi ketika saya masih berani menentang klub sepakbola dan pendukungnya dari tanah seberang, dan meninggi-ninggikan tim kebanggaan yang saya dukung, kan kalau difikir logis secara dewasa unik dan aneh, begitulah adanya. Berbeda dengan saat saya awal mengenal dunia pendakian pada tujuh tahun silam, sangat-sangat berbeda. Ada fase ketika saya membawa beban berat dengan muatan berupa perlengkapan kelompok yang dibutuhkan selama pendakian, ada pula fase ketika saya masih membawa beban berat berupa muatan perlengkapan kebutuhan tamu mancanegara yang sedang saya temani mendaki Gunung Merbabu. Sungguh serupa tapi tak sama, sama tapi tak serupa. Itu yang saya namakan sebagai proses, secara tidak sadar proses itu terjadi dan secara sadar saya belajar memahami proses yang tentunya sudah digariskan oleh Yang Maha Mengatur;Allah Subhanahu wa ta’ala.

            Proses yang lain barangkali soal pilihan. Pilihan yang mengarahkan saya pada jejak-jejak lama yang berpusat pada kesibukan saya sebagai penggiat alam bebas dan pemerhati lingkungan, setidaknya dalam lima tahun terakhir dan hanya pada permukaan. Faktanya, sejak saya memasuki kampus kerakyatan di Yogya, saya makin dekat dengan dunia yang liar(Satwa dan Habitatnya) yang berada tidak jauh dari jalur-jalur pendakian gunung yang beberapa kali pernah saya kunjungi di wilayah Jawa Tengah khususnya.

            Kunjungan saya yang paling erat dengan satwa mungkin tahun 2017, sepekan setelah saya menjadi mahasiswa lapangan di Taman Nasional Baluran. Januari tahun 2017 menjadi bulan yang sangat lengkap. Rasa senang dan sedih, tawa dan duka, riuh dan hening semuanya saya dapatkan. Dari Baluran hingga kehilangan Nenek dan mendapatkan keheningan di gunung Argopuro serta berjumpa dengan satwa liar seperti burung Merak hijau (Pavo muticus) dan Lutung jawa (Trachypithecus auratus). Hakikatnya hidup memang ada duka dan suka, seimbang. Saya senang belajar dari orang-orang baik di Baluran, orang-orang tersayang di rumah, orang-orang berani yang menemani saya melintasi belantara Suaka Margasatwa. Ya, mengawali Januari dengan tabah, pernah terbang dan kemudian jatuh ke dasar hingga sadar hidup memang perlu keseimbangan.

            Ini hanya sebuah catatan, bawah perjalanan hidup seseorang memang menarik dan beragam. Ada baiknya saya menulis ini supaya saya pribadi mendapat hikmah, paling tidak untuk menjadi lebih baik lagi dan mampu mewarnai hidup dengan pilihan-pilihan yang memang saya senang dan bertujuan hingga masa depan. Entah kapan waktu saya berpulang, yang pasti setiap yang hidup akan redup dan kembali menjadi abadi di hari kemudian, itulah niscaya, cepat atau lambat nanti atau lusa itu sama;sama-sama kembali pulang ke pangkuan Yang Pengasih dan Penyayang.

            Hari ini hari ke tujuh dalam hitungan Islam, Sabtu yang jika disamakan dengan penyebutan angka 7 dalam bahasa arab menjadi As-Sabtu. Esok hari ahad, hari pertama di awal pekan, saya ingin menutup Januari dengan bertemu orang-orang yang memiliki kepedulian lebih pada burung dan upaya pelestariannya. Salam, dari pemuda yang belum menjadi apa-apa, Hanuhaalfa.

Komentar

Postingan Populer