Untukmu Semesta Alam
“U N T U K M U S E M E S T A A L AM”
17
Tahun. Waktu yang masih sangat singkat untuk kita bisa mengerti secara mendalam
akan makna sebuah hidup. Waktu yang masih minim untuk kita mengerti dan
memahami seberapa besar dunia ini untuk di jelajahi, menjelajahi demi satu
tujuan melihat, menikmati, dan mencintai dengan segenap hati atas segala
seusatu Ciptaan Sang Maha Pencipta.
Ingatlah
bahwa dimanapun engkau berada dalam perjalananmu, betapa pun terjalnya dinding
lembah yang harus kau lewati, betapa tinggi puncak yang harus kau daki,
ingatlah bahwa semua itu adalah bagian dari bumi tanah air kita yang
tercinta....INDONESIA.
Jika
engkau telah sampai ke taraf ini, maka di pelosok manapun dunia tempat kau
berada, maupun di bawah naungan Matterhorn, Jungefrau, puncak El Capitan di
Sierra Nevada, di jalur Glasial at Rocky Mountain atau di Alaska, di
Appalachian, di daerah Kashmir atau Nepal, di Hokkaido maupun sekitar gunung
Fujiyama yang suci ataupun puncak-puncak gunung di Selandia Baru...engkau
senantiasa dan akan selalu mengarahkan wajahmu ke daerah khatulistiwa di antara
Benua Australia dan Asia...yaitu Tanah tercinta Ibu Pertiwi INDONESIA....”Die
Heilige Heimat”, karena ia adalah Mekkah dan Roma bagimu.
Seorang
yang selalu berdialog dengan alam, dengan bintang-bintang di langit, dengan
lembah-lembah dan pegunungan, dengan aliran sungai dan deburan ombak di pantai
pasti akan mendapatkan kesucian jiwa. Apabila engkau senantiasa berdialog
dengan alam tanah airmu sendiri, engkau akan memupuk perasaan cinta pada tanah
airmu sendiri, engkau akan memupuk perasaan cinta pada tanah airmu dan perasaan
patriotisme dalam arti kata yang sebenarnya. Tetapi hendaklah engkau berdialog
dengan alam , dengan sesungguh-sungguhnya dan sejujur-jujurnya, bukan berdialog
dari mimbar pidato atau ruangan istana dengan di kelilingi oleh gadis-gadis.
Seorang
yang telah mendapatkan kesucian jiwa karena selalu berdialog dengan alam bebas
dapat mencintai tanah airnya dengan hati yang suci, bagaikan kesucian air di
telaga pegunungan yang tinggi. Jika menjadi orang yang demikian, engkau akan
mengahadapi hidup ini dengan tiada gentar dan engkau tidak akan megucurkan air
mata setetespun apabila engkau nanti terpaksa meninggalkan dan berpisah dengan
segala sesuatu yang ada di dunia ini. Engkau akan mejadi Pecinta Alam yang baik
dan engkau akan menjadi seorang manusia....yang dapat mengatakan dengan
sejujur-jujurnya bahwa : “Soal mati bukan urusanmu, tetapi yang menjadi
persoalan utama adalah apa yang dapat kau perbuat dengan hidupmu yang pendek
dan singkat di dunia ini untuk kebajikan rakyat dan bangsamu”.
Jika
nanti pada waktu “Pengadilan Akhir”, engkau akan diditanyai oleh Si “Maha
Pencipta”, maka dengan hati yang tenang dan ikhlas maka engkau akan berani dan
tenang menatap wajah-Nya dan berkata :
“Aku
telah melihat, menikmati, dan mencintai dengan segenap hati sanubariku segala
apa yang Kau ciptakan, gunung-gunung-Mu, lembah-lembah, sungai-sungai,
telaga-telaga, dan samudera-Mu, bintang-bintang-Mu, pepohonan serta makhluk-Mu,
baik di padang rumput maupun di padang pasir. Engkau tidak menciptakannya
dengan sia-sia, semua Ciptaan-Mu memang hebat dan indah”
Kukira
di mata Si “Maha Pencipta”, seorang yang demikian adalah jauh lebih berharga
dari seorang yang menamatkan mebaca kitab Al-Qur’an 1000 X tanpa mengerti dan
menyadari bahwa kebesaran “Si Pencipta” dapat dilihat dari ciptaan-Nya, yaitu
pada mutiara embun pagi yang bertaburan bersenda gurau di kuncup kembang melati
di pagi hari, pada bisikan air sungai di pegunungan sewaktu salju akan mencair,
pada rayuan daun cemara di pegunungan yang tinggi, pada rasa cita seorang gadis
pada kekasihnya atau pada rasa setia kawan seorang pemuda pada sahabatnya.
Janganlah
kau nanti menjadi seorang di hadapan “Si Pencipta” yang hanya dapat
mengemukakan fakta kering tentang beribu kali engkau bersujud untuk
menyembah-Nya, tetapi tidak dapat menjawab apabila ditanya kepadamu. Bagaimana
dengan pegununungan Tengger dan Dieng-Ku ? Merapi dan Danau Toba-Ku yang Ku
ciptakan dengan susah payah !! Tidakkah kau perhatikan itu ?....
....Akan
tetapi percayalah bahwa pegunungan dan daerah terindah yang pernah kulihat
adalah daerah kepulauan INDONESIA. Bagiku alam indonesia merupakan hasil paduan
suara dan nada dari orkes simphony yang indah, ku yakin sekali, sesuatu seperti
kepulauan INDONESIA itu dilahirkan hanya satu kali di dalam irama Alam Semesta
yang Maha Besar.
“UNTUK APA KALIAN MELAKUKAN
PENGEMBARAAN DI ALAM TERBUKA, MENAIKI BUKIT-BUKIT, MENURUNI LEMBAH-LEMBAH,
MENYUSUPI RIMBA BELANTARA....KALAU ITU SEMUA TIDAK MEMBERI MAKNA DAN TIDAK
MENINGKATKAN KUALITAS PENGHAYATANMU AKAN HIDUP DAN KEHIDUPAN.”
Sejatinya
kita hanyalah hamba-Nya yang masih tidak lebih sebagai manusia yang kurang
dalam berbagai hal, namun sebaik-baik mereka yang mengaku dan merasa sebagai
hamba-Nya adalah mereka yang mau mencoba dengan segala daya upaya dan kemampuan
yang mereka miliki untuk meraih apapun yang mereka impikan. Lepas dari itu
semua, setelah kita berusaha untuk menggapai segala sesuatu yang kita
impi-impikan sudah sepantasnya kita bertawakal kepada-Nya. Karena ‘Manusia
hanya dapat merencanakan, selebihnya “Si Maha Pencipta” lah yang berkehendak.
Untuk
pelajar di negeri pelangi tercinta Negeri yang indahnya tak ada duanya,
INDONESIA. Belajar tak melulu di sekolah , tak harus mempelajari buku-buku yang
penuh angka dan notasinya, dan tidak hanya menerima dan mendengarkan penjelasan
dari guru yang dengan ikhlas menerangkan di depan kelas. Bagiku “Sekolah
adalah untuk belajar. Bukan demi kelulusan bukan juga demi selembar
ijazah.Belajar yang terbaik adalah belajar dari alam, belajar dari segala
sesuatu Ciptaan-Nya yang ada di seluk beluk Alam Semesta ini.”
{Hanif Nur Hassan Al Faruqi, anak remaja dari negeri
pelangi, INDONESIA}
Artikelmu pernah masuk majalah gema?
BalasHapusWah, maaf sekali baru membalas, mungkin iya.
Hapus