Cerpen Bersambung #1
Sebuah
Cerita Pendek – Keseharian Pembelajaran.
Rabu,
10 Februari 2021 | Pagi hari pukul 07.00 WIB
Perjalanan paling berat bagi seorang
pemuda yang tengah terengah-engah menuju Jalan-Nya yang lurus adalah ikhlas terbangun
di pagi hari dan mensyukuri nikmat dan karunia yang tak terhingga.
Jak terbiasa untuk hidup
berdampingan dengan orang-orang yang intim bersama dengan gaya hidup berupa
mempelajari dan mendalami Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Salallohu Alaihi
Wasalam. Ada hari dimana pagi ditemui dengan rupa langit yang keabu-abuan dan
bulir-bulir air hujan turun menyudahi keringnya hari. Seperti hari ini, saat
Jak selesai menjahit dua daster milik Ibundanya dan celanan ¾ miliknya. Ia
melangkah ke teras rumah, selesai sudah Bapaknya merapikan teras untuk agenda
rutin bimbingan belajar Bahasa Inggris setiap hari Selasa dan Rabu pukul 07.30
hingga 09.30 WIB – seringnya usai pada pukul 10.00 WIB.
Sebuah komplek perumahan kelas
menengah dan tidak begitu mewah menjadi hunian sejak Jak lulus dari bangku
sekolah dasar, kala itu di komplek ini ia begitu dekat dengan anak-anak
seumurannya yang masih riuh giat olahraga bersama. Lebih dari itu, bahkan
suasana lapangan yang menjadi fasilitas RT bisa dikatakan lebih hidup daripada
hari ini. Itu dulu (red:11 tahun yang lalu), semua tak sama, pernah serupa dan
pernah sama, namun tetap jua tak lagi serupa dan sama. Segalanya berubah,
setiap perubahan itu adalah keniscayaan, ia satu-satunya yang tak pernah tak
berubah – selalu dan pasti.
Hari ini agenda Jak adalah
berenang-renang diatas roda empat dengan ribuan bahkan puluhan ribu roda-roda
empat lainnya yang berlalu-lalang di lautan jalanan. Ia berperan sebagai supir
yang menemani Ibunda bersama teman-temannya yang merupakan guru di sebuah
sekolah dasar negeri. Misi yang diemban sebenarnya perihal pembaharuan seragam
tahunan yang senantiasa dianggarkan, tentu memiliki maksud untuk terus
berpenampilan rapi serta menawan atau dengan kata lain tidak membosankan untuk
dipandang murid-muridnya yang masih berusia direntang angka 7-12 tahun. Hampir pasti
murid-murid ini sebagiannya susah diatur, ¼ bagian pertama sisanya lebih
memilih tidak ‘mbelibet’ untuk
diatur, dan mungkin ¼ bagian kedua yang tersisa adalah sekumpulan individu
dengan keunikan sifat serta perilakunya.
Kembali ke teras rumah. Jak masih
mengenakan sarung, dikeluarkannya tiga buah galon dan disusunnya rapi diteras
rumah, sebelumnya ia sudah menuju rumah Bude Yaji’, tetangganya yang menjadi
suplier galon berisi air minum bermerek unik dengan label halal dan keunggulan
manfaatnya, intinya galon yang satu ini sangat tidak umum di kalangan
masyarakat pada umumnya. Hal yang begitu mudah ditemui pagi hari ketika melihat
ke gang komplek perumahan adalah sunyi dan hening, ini serius, apalagi pandemi
menawarkan berbagai aktivitas yang bisa diakses secara daring. Di pagi yang
cukup tenang itu, Jak melihat seekor burung yang lebih mirip dengan Bondol,
namun memiliki warna yang begitu cerah pada bagian tubuh dan ekornya, dan
coklat oranye di bagian atas kepalanya. Sayang, burung yang indah itu terkurung
di dalam sangkar, tak semestinya begitu, tapi apa daya, manusia banyak
inginnya.
Mengutip istilah salah seorang kawan
konservasionis, manusia adalah primata paling rakus. Jak dalam batinnya
mengingat lagi peringatan Hari Primata Indonesia yang mengusung tema #PrimatadukungPrimata
Sungguh, hari yang panjang, tapi
berkah semoga generasi kita adalah generasi yang baik, yah paling tidak untuk
lingkungan sekitar dalam lingkup kecil, selebihnya biar tangan-tangan Sang
Pencipta yang berperan atas masa depan kehidupan. Segini dulu ceritanya, Jak
sedang menyesap kopi bubuk dari Lampung dengan campuran gula jawa yang
dicairkan. Dua hari ini langit di komplek perumahan Jak terlihat lebih cerah, bahkan malam ini terdapat bintang yang bersinar, ya meskipun satu setidaknya ada cahaya yang terpancar, selebihnya adalah awan. Sekian dulu sehat selalu.....
Komentar
Posting Komentar